Kamis, 15 April 2010

tak terjulur kata tak terpegang tangan

Alhamdulillah aku terlahir di dunia ini dalam keadaan yang sehat walafiat, sempurna fisik dan bathinku, aku dilahirkan oleh seorang ibu yang benar-benar dapat diandalkan, benar-benar dapat dijadikan panutan hingga tua merayapi aku kelak. Oh ibu, begitu besar curahan jiwamu yang kau berikan kepada kami, anakmu. Dari kami menangis, menyuapkan kami makan, meninabobokan kami, mencuci popok kami, hingga tidak tidur sampai larut malam karena menjaga kami.

Hidup kami tidak selalu bisa dikatakan berkecukupan, hanya mengandalkan apa yang ada yang diberi oleh alam, semuanya pas-pasan. Terkadang hanya garam dan nasi putih yang kami makan, tak ada yang lain yang bisa dijadikan lauk pauk. Kami hanya bisa pasrah dan bersyukur bahwa diluar sana masih banyak yang lebih menderita dan menyedihkan kehidupannya.

Alhamdulillah aku kini dapat menyelesaikan bangku sekolah di perguruan tinggi, hanya tinggal adikku seorang yang masih kuliah nun jauh disana yang dijuluki kota pelajar, kota yang mewakili anak bangsa tigapuluh tiga propinsi Indonesia, semua itu berkat kerja keras ibuku. Aku masih punya ayah, beliau masih sehat walafiat, tidak ada kekurangan suatu apapun di fisik dan rohaninya, tetapi punya kekurangan yang besar dalam hati nuraninya. Tidak ada daftar nama kami di hatinya tersebut, tidak satupun.

Ayahku ada dalam kehidupan kami tapi tidak pernah benar-benar hadir dalam kehidupan keluarga kami. Beliau tidak pernah sungguh-sungguh untuk menyempatkan hadir dalam kehidupan berkeluarga, apalagi dalam kehidupan kami, anak-anaknya. Seingatku tidak pernah sekalipun dalam usiaku yang beranjak dewasa ini ayahku memberikan petunjuk dalam mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan oleh sekolah, tidak pernah menjadi wali murid dalam pengambilan nilai rapor kami, tidak pernah sekalipun kami bercanda layaknya kedekatan seorang ayah kepada anaknya. Yang diberikannya hanyalah kehampaan hidup, kekakuan komunikasi keluarga, dan jurang keakraban.

Beranjak dewasa aku baru mengetahui bahwa ayahku punya istri yang lain, aku shock mengetahui hal tersebut. Dunia seakan mau runtuh, sepertinya Tuhan tidak berpihak kepadaku, kepada ibuku, kepada keluarga kami. Aku bertanya-tanya, kenapa ayah kok tega memperlakukan kami seperti ini, apa salah kami, apa salah ibuku, seribu satu macam pertanyaan dan seribu satu macam ketidak percayaan meraung-raung menggerus dalam benakku. Oh tuhan, kenapa engkau berikan kami cobaan yang begitu menyakitkan ini?

Dapat oleh ku satu lagi kabar berita yang menyakitkan hatiku, ternyata ibuku adalah istri kedua ayahku. Astagfirullah, Aku menangis mengetahui hal ini, tak siap aku menghadapinya.

Ya allah ya tuhanku ternyata kehidupan ibuku dengan istri pertama ayahku sungguh jauh berbanding, istri pertama ayahku beserta anak-anaknya hidup bergelimangan harta, berlimpahan materi, laksana menjentik jari, apapun yang mereka inginkan dalam waktu sekejap terhimpun dalam genggamannya. Malangnya ibuku karena hidup sebagai istri kedua, tidak ada satu apapun yang dapat diperolehnya dari hasil memelas sembah kepada ayahku, yang ada hanya janji-janji manis yang tak tergenggam hingga kini. Ibuku tabah dalam menghadapi ketimpangan hidup yang tidak adil yang diberikan oleh ayahku.

Setelah bertahun-tahun hingga aku dewasa kini tidak ada satupun janji ayahku yang ditepatinya, jangankan meminta sesuatu yang bersifat mewah, untuk pangan saja kami harus memutar otak agar tidak mati kelaparan esok harinya. Aku menangis melihat ibuku yang tabah dalam menghadapi cobaan hidup ini. "Kita harus kuat ya buk".

2 komentar:

  1. oke benar t ceritanye

    BalasHapus
  2. Sabar ya bang. Abang ga akan sedewasa sekarang kalo ga pernah ngalamin ini semua. Ini bisa jadi pelajaran buat abang dan anak2 abang kelak. Jangan hanya ajarkan mereka mengenai materi, tapi ajarkan juga mereka tentang kehidupan dunia dan akhirat. Itu lah kasih sayang dari seorang ayah yang sesungguhnya. I love you so much honey.

    BalasHapus