Kamis, 15 April 2010

penantian yang tak kunjung tiba

Masih teringat dengan jelas olehku betapa indah dan berkesannya acara resepsi itu. Kami disandingkan bak raja dan ratu satu-satunya dimuka bumi ini, semuanya memandang takjub, menyaksikan betapa serasinya kami bersanding, satu persatu tamu menyalami kami hingga pegal rasanya jari jemari ini. Aku bahagia telah diperkenankan oleh tuhan untuk dapat berdamping hidup dengan wanita yang aku cintai. Teramat susah aku membujuknya agar mau jadi istriku, butuh pengorbanan yang tak terbesar kiranya aku lakukan demi menaklukan hati engkau wahai pujaan hatiku.

Sah sudah kami menjadi suami istri menurut agama dan pemerintah, tidak ada lagi penghalang bagi kami untuk meneruskan garis riwayat keturunan kami. Tahun pertama tak terasa hilang sudah, semua cerita kebahagiaan yang ditafsirkan dalam buku hinggap di peraduan kami. Kami bahagia menjalaninya.

Sepuluh tahun sudah kami berlaku sebagai suami istri tapi belumlah lagi dititipkan calon anak manusia kepada istriku. Aku kecewa dan hampir putus asa karena tidak dikasih keturunan juga oleh tuhan. Segala macam daya dan upaya kami lakoni, mulai dari orang-orang bijak medis modern dan tradisional telah pernah kami himpitkan kekecewaan ini. Mereka semua bilang "bapak normal, ibu normal mungkin belum rejeki saja". Begitu klisenya nasehat-nasehat mereka yang tertancap di telinga ini. Apakah aku yang salah atau istriku yang tidak punya kemampuan bereproduksi? Sepertinya istriku tidak salah, ini murni kesalahan dari masa laluku yang ditimpakan kepadaku kini, ketika aku masih bujangan sering aku terlantarkan calon-calon anakku yang tertidur nenyak dalam rahim perempuan-perempuanku. Aku menyia-nyiakan itu semua. Inilah laknat tuhan kepada diriku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar