Rabu, 14 April 2010

ampunkan aku ibu

Sering kuteringat ketika melihat ibu tidur dikala gelap telah menyapa, terpancar dari air mukanya mengatakan "aku lelah, aku capek dengan semua beban hidup yang ditimpakan ke atas pundakku, kedalam pikiranku, ke sum-sum tulang belakangku". Pancaran air muka yang tersimpan dalam kelelahan raga membuatku menangis tersedu-sedu, betapa tidak, sudah hampir separuh abad umurku tapi belum juga bisa membahagiakan beliau, memberikan sesuatu yang dikatakan oleh orang bijak sebagai sebuah pengabdian yang mendalam kepada orang tua, kepada ibuku.

Raut keriput wajah, hitamnya rambut telah tergerusnya oleh warna putih alami yang diberikan tuhan yang tiba sebelum waktunya, oh tuhan janganlah engkau turunkan itu semua sebelum waktunya, bertambah hilanglah kecantikan paras ibuku karena menanggung beban derita hidup.

Tatkala ibuku tidur, hinggap rasa haru, bangga, sedih, dan tersayat pilu sering mengetuk-ngetuk sisi otakku yang paling dalam, aku menangis, berapa banyak dosaku yang telah kuhantarkan dengan sengaja ke dalam hati ibuku, betapa sering aku membuatnya kecewa yang teramat dalam, betapa durhakanya aku ketika aku membantah omongan dan perintahnya padahal itu untuk kebaikan ku juga. Aku sungguh berdosa yang teramat sangat kepada ibuku. Ampunkan aku ibu..

Ketika matahari belum lagi beranjak tinggi, masih enggan untuk memunculkan wujud aslinya, ibuku telah bergegas pergi menuju ketempat mata pencahariannya, bertaruh nyawa dijalanan yang keras, yang notabene tidak mengenal lagi etika berlalu lintas. Dengan perasaan yang berharap akan dapatnya uang lebih dari hasil menjual barang dagangan, ibuku optimis bahwa hari ini akan mendapatkan rejeki yang lebih dari hari sebelumnya, akan tetapi seringkali ibuku kecewa bahwa pengharapan dengan kenyataan jauh sekali jaraknya. Uang yang didapat hari ini hanya cukup untuk beli sedikit beras, lauk pauk dan uang jajan anaknya, tanpa menyisakan sedikitpun untuk ditabung untuk hari tuanya.

Sepuluh tahun sudah ibuku bergelimang dengan kerasnya dunia pasar demi menghidupi kami agar dapat pendidikan yang tinggi, tidak seperti dia yang tidak pernah lulus mengecap dunia pendidikan. Ibuku berkata kepada kami " sekolahlah yang tinggi nak biar tidak seperti ibu, itulah modal kalian kelak, jangan seperti ibu yang tidak lulus sekolah". Tigapuluh tahun sudah aku hidup, tapi aku belumlah dapat membahagiakan ibuku, tapi aku optimis dalam mengabdikan diriku kepada ibuku bahwa suatu hari nanti pasti akan aku bahagiakan engkau dengan segenap hatiku yang tulus ibuku. Ampunkan aku ibuk.

1 komentar:

  1. i just cryn when i read this note. sometimes life is unfair. for us, for our life.

    BalasHapus